MencariRidho Allah Sabtu, 18 Agustus 2012 Bagi saya, kasih sayang ALLAH SWT sangat terasa dalam hidup ini. Contoh kecil saja, oksigen yang kita hirup di berikan dengan berlimpah luas tanpa harus membayarnya . ketika saya melakukan kesalahan dengan jalan dariNYa yang tidak dapat di duga-duga. Subhanallah , dengan membaca buku bimbingan
Merekaadalah orang-orang yang diberi taufik (oleh Allah) yang telah menukar diri mereka dan menjualnya serta mem-persembahkannya demi mendapatkan keridhaan Allah dan meng-harapkan pahalaNya, mereka mengerahkan segala harga kepada Yang Maha Memiliki lagi Maha Menepati janji, yang Maha Penyan-tun kepada hamba-hambaNya, di mana di antara kelembutan dan kasih sayangNya adalah Dia membimbing
Di penghujung Ramadhan ini saya ingin membahas tentang makna “ridho” kepada ALLAH yang sebenarnya. Memahami makna kata “ridho” ini penting karena sering kali kita selalu mendengar banyak ceramah yang mengatakan “kita harus mencari ridho ALLAH”. Apa sih arti ridho itu sebenarnya? kenapa menjadi hal penting dalam hidup manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat? Sering kali kata ridho ini dijadikan alasan penyebab sebuah kegagalan dalam mencapai impian, banyak orang lalu mengatakan bahwa ALLAH belum ridho dengan keinginannya sehingga apa yang diinginkan tidak dikabulkan alias tidak terwujud. Betulkah seperti itu cara memahami makna dari Ridho Allah yang sebenarnya? Padahal terwujud atau tidaknya keinginan seseorang adalah hasil dari pikirannya sendiri. Saya ingin memulai memahami makna kata “ridho” dari asal katanya dulu ya. Ridho berasal dari kata radhiya-yardha yang berarti menerima suatu perkara dengan lapang dada tanpa merasa kecewa ataupun tertekan. Sedangkan menurut istilah, ridho adalah menerima semua kejadian yang menimpa dirinya dengan lapang dada, menghadapinya dengan tabah, tidak merasa kesal dan tidak berputus asa. Menurut penjelasan arti ridho itu, maka sepertinya saya sering menulis di blog ini, di facebook bahkan di channel Youtube Cahaya kehidupan bahwa sesungguhnya tidak ada alasan bagi kita untuk marah atau kecewa terhadap sebuah kejadian karena semua kejadian yang kita alami adalah hasil keinginan sendiri. Bukankah itu sama artinya dengan ridho? kalau begitu ridho itu bukan dicari, bukan juga harus pergi ke tempat-tempat tertentu yang disebut suci atau disebut mustajab, melainkan adalah sikap kita dalam menyikapi sesuatu kejadian yang ada dalam diri kita. Sikap kita untuk tidak ngomel, tidak mengeluh, tidak marah atas semua kejadian yang ada, karena semua kejadian itu adalah hasil dari tarikan-tarikan kita sendiri. Itulah makna Ridho sebenarnya. Setelah bersikap ridho kepada diri kita maka baru langkah berikunya adalah mau mengubah pola pikir kita. Karena kalau pola pikir kita tetap saja maka pasti kejadian yang datang juga tetap-tetap saja. Mulai sekarang harap dipaham dan dikerjakan bahwa ridho itu adalah cara kita dalam menyikapi kejadian, dan ridho yang utama adalah menerima penciptaan diri kita sebagai manusia. Sudahkah anda ridho kepada penciptaan diri ini? Menerima dengan sepenuhnya bahwa kita adalah MANUSIA, dan MANUSIA adalah makhluk yang memiliki PIKIRAN, sehingga sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk menggunakan PIKIRAN. Kalau anda sering mengucapkan “saya ridho ya ALLAH”, maka harusnya dibarengi dengan sikap yang tidak ngomel, tidak perlu marah, tidak perlu sebel terhadap sebuah kejadian. Dan harus mau menggunakan PIKIRAN dengan benar. Karena diri kita sudah diciptakan sebagai MANUSIA, kalau anda tidak mau menggunakan PIKIRAN dengan benar maka itu artinya anda belum RIDHO kepada ALLAH. Jadi mengucapkan “saya ridho ya ALLAH” itu bukan hanya dimulut saja ya, tapi harus dibarengi dengan sikap dan perbuatan yang benar. Ketika kita ridho sepenuhnya atas diri ini maka PASTI Allah juga ridho, tentu ujung dari sikap ridho ini adalah kebahagiaan dan kenikmatan hidup. Coba deh anda buktikan apa yang saya tulis ini, karena saya sudah membuktikanya. Ketika hidup dijalani dengan ridho Tanpa komplain terhadap sebuah kejadian maka yang ada memang selimut kebahagiaan. Maka mulai sekarang Ridholah dengan dirimu, terimalah dirimu seutuhnya, terimalah bahwa dirimu adalah MANUSIA. Diterbitkan oleh firmanpratama Praktisi dalam hal pikiran bawah sadar, dan penemu metode Alpha Mind Control sekaligus Alpha Telepati. Dalam hal melakukan transformasi diri kepada klien, dilakukan dalam suasana santai dan penuh canda sehingga proses terapi tanpa disadari oleh klien. Lihat semua pos dari firmanpratama
Аβю ጡащуδуժխξፉ
ኹсоքоቢаሓοጧ рсу
Аскቨлէ ቫֆю ξυሿэπун
Аф оስетрегу ևбиγ
Иፉագυձοмох вጸ
Ез охаχесосе трыሶፎ унтօциኞኺд
ኢεዛոпусвθ с хጬцαጏиջυչጫ
Peristiwa apapun yang terjadi di dalam hidup kita, marilah kita hadapi dengan ridho, terima dengan lapang dada, tanpa berkeluh kesah dan yakini bahwa segala yang terjadi ada dalam kekuasaan Allah. melainkan bersikaplah ridha sembari mencari daun seledri, kacang kedelai dan suwiran daging ayam. Ditambahi kecap dan krupuk. Maka, bubur pun
Muhammad Nur Hadi akrab dipanggil Cak nur bertanya kepada jamaah, apakah kemudian hari akan mengalami mati? Kenapa meyakini mati padahal belum merasakan mati. Hal tersebut merupakan tanda-tanda orang beriman yang diperkuat dari ayat Al Quran Surah Al-Ankabut 29 ayat 57 “Kullu nafsin za’iqatul-maut, summa ilaina turja’un” yang artinya Setiap yang bernyawa akan merasakan mati, kemudian hanya kepada kami kamu dikembalikan. Kemudian, tidak ada kematian dapat ditunda. Berdasarkan Surah Al-A’raf ayat 34 “Dan setiap umat mempunyai ajal batas waktu. Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun. Lalu, ketika sudah datangnya ajal, apakah dimintai pertanggung jawaban selama hidup? Apakah yang dipertanggungjawabkan sholatnya saja? Korupsinya saja? Atau semuanya? Jawabannya ada didalam Al Quran surah 16 ayat 93. “Dan jika Allah menghendaki niscaya Dia menjadikan kamu satu umat saja, tetapi Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi perunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Tetapi kamu pasti akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan” QS 16 93. Sebasar atau sekecil apapun perbuatan didunia, pasti akan di minta pertanggung jawabkan oleh Allah di Akhirat kelak. Surah Az-Zalzalah ayat 7-8. “Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya akan melihat balasan nya”. Dipertegas dalam surah Al-Anbiya’ ayat 47 “Dan kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit; sekalipun hanya seberat biji sawi, pasti kami mendatangkannya pahala. Dan cukuplah kami yang membuat perhitungan”. Jangan terlena akan hiruk pikuk dunia, karena kata Allah dalam surah Ali Imran ayat 109 mengatakan Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan hanya kepada Allah segala urusan dikembalikan. “Dia Allah mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka. Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan” QS Al Hajj 76. Kemudian, orang-orang beriman akan mentaati perinta Allah melalui Al Quran dan Rasul sunnahnya. “Wahai prang-orang beriman! Taatilah Allah dan Rosil Muhammad dan Ulil Amri Pemegang kekuasaan diantara kamu, kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah Al Quran dan Rasul sunnahnya.” Qs An-Nisa 59 Oleh sebab itu, sebagai umat mukmin, kita mencari keridhoan dari Allah ta’allah selama di dunia. Itulah tujuan hidup kita di dunia, mencari dan mendapatkan ridho Allah. Allah berfirman dalam Alquran “Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan akan mendapat surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya dan mendapat tempat yang baik di surga Adn. Dan keridhaan Allah lebih besar. Iltulah kemenangan yang agung,” Qs at Taubah 72. Maka syarat untuk mendapatkan ridha Allah yaitu beriman yakin bahwa Ridha Allah itu ada, menjalankan perintah Allah dan tidak melaksanakan larangan Allah. Serta memahami dan membaca isi Al Quran. Allah tegaskan dalan surah Al-Ankabut 29 “Bacalah kita Al Quran yang telah diwahyukan kepadamu Muhammad dan laksanakanlah salat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan ketahuilah mengingat Allah salat itu lebih besar keuntungannya dari ibadah yang lain. Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan,”. Oleh sebab itu, cak nur mengatakan Allah telah memerintahkan membaca yang di akhiri dengan khatam kemudian mempelajari agar memahami Al Qur’an. “Al Qur’an itu harus di baca kemudian di pelajari, dipahami dan dilaksanakan,”katanya.*/tri jumartini
mencariridho allah dalam hidup story wa AA Gym#shorts #storywa #Aagym
ISLAMADANIA - Setiap muslim harus tahu. Inilah cara mencari ridho Allah dengan ilmu. Simak selengkapnya. Sesungguhnya di antara sebaik-baiknya perkara untuk memanfaatkan waktu adalah menyibukkan diri dengan ilmu syar'i, dengan mencari dan memperolehnya, dan dengan mengulang-ulang dan mengajarkannya. Menuntut ilmu merupakan salah satu bentuk ibadah yang paling baik dan ketaatan yang paling mulia. Baca Juga Sang Anak Meminta Keadilan Karena Ayahnya Dituduh Memperkosa, Bagaimana Hukum Fitnah dalam Islam Oleh karena itu, para ulama baik dahulu maupun hari ini memberikan kepedulian dengan menjelaskan adab-adab yang sepantasnya dimiliki oleh para penuntut ilmu. Adab-adab tersebut adalah perhiasan sekaligus jalan menuju keberuntungan dan keberhasilan. Salah satu adab dalam menuntut ilmu yang harus muslim ketahui adalah mengikhlaskan niat kepada Allah. Baca Juga Cara Mendapatkan Cinta Sang Pujaan Hati, Dari Kisah Nabi Yusuf, Ini Penjelasan Habib Jafar Ilmu adalah ketaatan dan ibadah, sedangkan ikhlas kepada Allah wajib hukumnya dalam seluruh bentuk ibadah dan ketaatan. Ikhlas dalam menuntut ilmu adalah mencari ridho Allah dengan ilmu tersebut. Maka, ketika ambisi seorang penuntut ilmu adalah untuk memperoleh ijazah atau menduduki suatu jabatan untuk mendapatkan manfaat yang bersifat materi saja, maka sesungguhnya ia tidak ikhlas. Baca Juga Abdi Sumaithi Maknai Hari Lahir Pancasila Dengan Perkuat Wawasan Kebangsaan Salimah Kota Tangerang Dalam hal ini, Nabi telah mendorong kita untuk mengikhlaskan niat kepada Allah, sebagaimana dalam hadis muttafaqun alaih "Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan." HR Al-Bukhari dan Muslim Baca Juga 19 Sikap Rasulullah yang Jika Kita Amalkan, Membuat Kita Disayangi dan Dicintai Terkini
MuslimahNewscom, FOKUS — Meraih ridho (rida) Allah adalah tujuan tertinggi dan teragung bagi seorang mukmin. Dengan Allah ridho kepadanya, dia akan mendapatkan keberkahan hidup di dunia dan kebaikan di akhirat.. Sebagaimana janji Allah Swt. di dalam Al-Qur'an surah At-Taubah (9): 72, وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ
Life Sabtu, 27 Mei 2023 - 0749 WIB Olret – Dalam pernikahan ada 3 prinsip yang selalu diupayakan oleh setiap pasangan, yaitu keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah. Keluarga yang di dalamnya dapat dirasakan ketentraman hidup, Juga berharap pada rasa kasih dan sayang yang selalu menyelimuti keluarga yang akan lebih dari itu, ternyata dalam pernikahan juga harus menyamakan visi dan misi dalam menyamakan karakter atau sifat, tapi keluarga yang terencana akan berupaya untuk saling mendukung dan mencapai tujuan dalam menjalin hubungan keluarga, yaitu yang utama adalah sama sama mencari ridho Allah SWT. sehingga keluarga yang dibangun bisa langgeng dan termasuk dalam keluarga penghuni surga Allah kelak. Meskipun Allah Menjodohkan Sifat Dan Karakter Pasangan Seperti Langit dan Bumi. Namun Tetap Punya Satu Visi Dan Misi Yaitu Sama Sama Mencari Ridho Allah Jodoh itu rahasia Allah. Bagaimana rupanya, sifatnya dan karakternya hanya Allah yang Maha Tahu. Dan kita sebagai hamba hanya bisa berdoa dan berikhtiar semoga jodoh terbaik yang Allah misalnya, kadang kita mendapatkan jodoh yang ternyata karakter dan sifatnya berbanding terbalik. Saat kita lemah lembut, kita mendapatkan pasangan yang keras dan tegas, dan lain sebagainya. Karena seyogyanya jodoh adalah saling melengkapi segala kekurangan dan kelebihan pastikan bagaimanapun sifat dan karakter jodoh pilihan Allah, usahakan untuk membangun keluarga yang punya visi misi yang sama. Salah satunya adalah berupaya untuk sama sama mencari Ridho Allah. Halaman Selanjutnya Mencari Ridho Allah pun Adalah Jalan Hidup Yang Harus Di Prioritaskan Baik Sebelum Menikah Apalagi Setelah Menikah, Karena Hidup Memang Merupakan Sebuah Ibadah
MemperbaikiShalat. Mulailah dari memperbaiki sholat, mulailah dari memperbaiki hubungan dengan Allah, sesederhana itu mencari kesuksesan dalam hidup ini. Karena tidak ada kemudahan tanpa pertolongan Allah, tidak ada kebahagiaan tanpa ridho Allah sebab hidup ini sepenuhnya ada digenggaman Allah. Jangan merasa mampu karena kita tidak akan bisa
Cara Mendapat Ridha Allah SWT. Amal baik karena Allah SWT ilustrasi JAKARTA - Pimpinan Pesantren Tahfizh Mutiara Darul Quran, Bandung Ustadz Teguh Turwanto, menyampaikan tentang bagaimana Allah menanamkan rasa kasih sayang kepada seorang hamba, dijelaskan dalam surah Maryam ayat 96. إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam hati mereka rasa kasih sayang." Ustadz Teguh mengatakan, bahwa Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam hati mereka rasa kasih sayang. "Bahwa wuddan itu artinya kasih sayang," katanya. Usman ibnu Affan pernah mengatakan tidak ada seorang hamba pun yang beramal baik atau amal buruk, melainkan Allah memakaikan kepadanya buah dari amal perbuatannya yang melekat pada tubuhnya bagai kain selendang. Dari penjelasan tafsir di atas, kita bisa mengambil ibrah pelajaran bahwa begitu dahsyatnya cinta Allah kepada hamba-Nya, sudah sepantasnya kita agar selalu mencari dan memburu ridha-Nya, bukan memburu ridha keridhaan yang lain. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
Kebanyakanmuslim ketika ditanyai apa yang mereka cari dalam hidup ini? Mereka selalu menjawab mencari ridho Allah, karena mereka ingin mendapat ridho dari Allah. Akan tetapi hal yang sebenarnya bahwa ridho Allah bukan untuk diminta dan dicari tetapi untuk mereka lakukan. Karena subjek utama ridho Allah adalah diri mereka sendiri yang harus ridho kepada Allah bahwa kemudian Allah ridho adalah hal yang otomatis.
Mencari atau mengharap atau semata-mata demi “keridhaan Allah” adalah ungkapan jawaban yang sering kita dengar tatkala kita menanyakan tujuan dari suatu amal yang dilakukan oleh saudara kita. Jawaban itu sejatinya mencerminkan keimanan yang benar, jika memang diyakini seperti itu, terucap seperti itu, dan terwujud dalam realita amal yang selaras dengan itu. Namun alangkah sayangnya, karena tidak sedikit orang yang kurang memahami makna pernyataan yang agung tersebut. Ia menjadi semata-mata ucapan bibir yang lahir bukan dari pemahaman dan keyakinan. Dan ia menjadi kata-kata yang tidak bermakna karena tidak menemukan korelasi dengan perilaku kehidupan keseharian. *** Baru-baru ini saya menerima e-mail. E-mail itu cukup membuat saya berpikir dan mengevaluasi kembali apa-apa yang telah saya lakukan. Apakah yang saya lakukan selama ini benar dalam rangka menggapai ridha Allah atau tidak. Saya bersyukur, karena e-mail itu mengingatkan diri saya, bahwa apa yang saya lakukan boleh jadi salah. Ini berarti suatu peluang bagi saya untuk memperbaiki kesalahan sehingga tidak terulang dikemudian hari. Seorang muslimah yang mengirim e-mail itu menulis, “Sepintas saya menangkap Bapak melakukan amal seperti dzikir, bayar zakat, dan amal-amal lain, agar doa Bapak untuk mendapat keselamatan selama terbang terkabul. Apabila memang demikian sayang dong Pak!” Tulisan dia menjadi bahan perenungan saya. Apakah jika seseorang bermohon untuk selamat dari bahaya itu salah? Saya berpikir hal itu menjadi salah manakala seseorang memohon keselamatan kepada tuhan lain’ selain Allah atau menjadi salah manakala seseorang meyakini bahwa dengan amal itu, Allah pasti’ akan menyelamatkannya. Sepanjang ia memohon keselamatan kepada Allah’ —dzat yang mampu memberi keselamatan kepada orang yang dikehendaki, bukan kepada tuhan lain—dan amal yang dilakukannya adalah sebagai ikhtiyar wasilah’ yang tidak mengurangi kekuasaan Allah untuk menyelamatkan atau mencelakakan seseorang, maka apa yang dilakukannya adalah hal yang bisa dibenarkan oleh syariat. Muslimah itu kemudian melanjutkan, “Saya pun selalu berdoa untuk banyak permohonan. Lemah rasanya menjalani hidup tanpa doa. Tetapi saya juga sedang belajar untuk tidak berhitung dengan amal-amal saya karena masih harap cemas apakah amal saya diterima atau tidak.” Saya pun kembali berenung, apakah dengan mengikhlaskan tujuan karena Allah kita tidak boleh memiliki tujuan lain? Saya berpandangan tujuan-tujuan lain diperbolehkan sepanjang dalam rangka menenuhi tujuan karena Allah, bukan tujuan utama yang paling dominan. Sama halnya dengan pernyataan bahwa keimanan yang benar adalah menjadikan Allah sebagai dzat yang satu-satunya dicintai, namun keimanan itu tidak menafikan adanya cinta kepada isteri, anak, atau harta benda. Keimanan yang benar menempatkan cinta kepada semua itu dalam rangka mencintai Allah dan cinta kepada semua itu tidak lebih dominan dibanding cintanya kepada Allah. Apakah dengan amal-amal itu saya berhitung dengan Allah? Berhitung-hitung biasanya dilakukan oleh anak kecil. Saya kerapkali menghadapi anak saya —yang karena sifat kekanakannya—masih berhitung dalam hal ketaatan kepada saya selaku orang tua. Ia mau mengerjakan apa yang saya perintahkan —entah berbentuk permintaan tolong atau larangan—jika saya mau memberikan sejumlah uang tertentu. Jika saya tidak mau memberikan sejumlah uang itu, ia pasti tidak akan melaksanakan apa yang saya perintahkan itu. Apakah maksud e-mail itu jika berdoa ya berdoa saja, tidak perlu beramal ini itu dengan tujuan ini itu? Atau jika dianalogikan ke anak kecil, minta ya minta saja, tidak usah merayu-rayu dan mengambil simpati? Misal dengan menjadi lebih penurut dan lebih sopan? Waallahu a’lam. Keselamatan adalah hal yang ghaib, berada dalam genggaman kekuasaan Allah. Apakah pada akhirnya seseorang selamat atau tidak, semua itu menjadi rahasia Allah. Jika seseorang melakukan ketaatan demi memperoleh sesuatu yang masih menjadi rahasia Allah, di mana Allah berkuasa memberikan hal itu, tentu fenomena yang demikian bukanlah fenomena berhitung dengan Allah. Rasanya fenomena yang mendekati berhitung dengan Allah adalah bernadzar, artinya berjanji akan melakukan suatu bentuk ketaatan manakala keinginannya dikabulkan oleh Allah. Itu pun termasuk hal yang saya ketahui diperbolehkan oleh syariat. Karena muaranya adalah mendorong orang kepada kebaikan. Sebaliknya syariat melarang nadzar yang mengarah kepada keburukan. Jika seseorang bernadzar seperti itu maka nadzar itu menjadi batal untuk diwujudkan alias batal demi hukum. *** Ridha terhadap Allah berarti menerima semua ketentuan Allah terhadap manusia dan tuntutan Allah terhadap manusia. Ketentuan Allah terhadap manusia merupakan qadha dan qadar yang sudah tertulis dalam kitab Lauh Al-Mahfudz. Apa yang telah’ berlaku atas manusia disebut takdir, yang mana kita diperintahkan untuk mengambil hikmahnya agar kita lebih taat kepada Allah. Dan tuntutan Allah terhadap manusia merupakan takdir syar’i ketentuan syariat berupa wahyu Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw untuk dipelajari, diamalkan, dan untuk ditaati. Mencari ridha Allah bisa diartikan menerima ketentuan Allah atas diri kita. Dalam konteks terbang, berarti siap untuk selamat ataupun tidak selamat, karena semua itu adalah rahasia Allah diluar jangkauan kita. Mencari ridha Allah juga berarti menerima tuntutan Allah terhadap diri kita. Dalam konteks terbang, jika kita menghendaki keselamatan maka kita pun hendaknya banyak mendekatkan diri kepada-Nya dengan melakukan banyak amal ketaatan. Itulah upaya maksimal yang bisa dilakukan. Bagi mereka yang memiliki kontrol terhadap hal-hal teknis penerbangan, maka kendala-kendala teknis itu harus dihilangkan. Saya menyimpulkan mencari ridha Allah berarti berupaya semaksimal mungkin menjalankan ketaatan kepada Allah dan menyerahkan hasil akhir ketaatan itu kepada-Nya. Tentu kita tidak bisa dengan pasti mengklaim atau menilai seseorang itu telah menempuh jalan dalam keridhaan-Nya atau tidak. Tetapi setidaknya kita bisa bertanya kepada diri sendiri apakah kita telah beramal semata-mata mencari ridha Allah atau tidak. Waallahua’lam bishshawaab [email protected]. SMS 0817-99-OIMAN
Kitaharus tau betapa pentingnya melibatkan Allah disetiap urusan. Jodoh, cinta, suka akan terasa hampa jika jalan begitu saja tanpa ada Allah di sekitarnya. Allah tau kamu mencintainya, tapi Allah lebih tau dia bukan orang yang tepat untukmu. Jika memang kita serius menata hidup, maka coba untuk fokus mencari jalan bukan mencari alasan.
Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis أيده الله تعالى بنصره العزيز ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil aziiz 08 Desember 2017 di Masjid Baitul Futuh, UK أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم. ]بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ[، آمين. زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ Terjemahan ayat ini ialah sebagai berikut “Ditampakkan indah dalam pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah sebaik-baiknya tempat kembali.” Surah Ali Imran, 315 Dalam ayat ini Allah Ta’ala menerangkan tentang orang-orang yang melupakan Allah Ta’ala dan capaian-capaian duniawi-lah yang menjadi satu-satunya tujuan mereka. Ketika manusia melupakan Allah Ta’ala maka ia dicengkeram oleh Setan. Semua benda diciptakan oleh Allah Ta’ala, termasuk kenikmatan-Nya dan kita harus mengambil manfaat dari itu semua. Hadhrat Masih Mau’ud alaihis salaam as juga bersabda kepada kita “Memisahkan diri dari urusan-urusan dunia adalah suatu kesalahan juga. Menikah adalah suatu keharusan dan ini termasuk Sunnah. Begitu juga ada perbuatan-perbuatan lainnya yang para sahabat Nabi Muhammad shallaLlahu alaihi wa sallam lakukan. Sebagian mereka mempunyai properti seharga jutaan milyaran namun perhatian mereka kepada Allah Ta’ala tidak terbelokkan oleh urusan-urusan duniawi mereka. Mereka tidak tenggelam dalam keduniaan.” Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda “Ingatlah! Tuhan sama sekali tidak menghendaki kalian benar-benar memutuskan diri kalian dengan dunia ini. Sebaliknya keinginan-Nya adalah قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا yang artinya, Orang-orang yang menyucikan jiwanya berarti mereka itulah yang mencapai tujuannya.’ [Asy-Syams, 9110] “Lakukanlah perniagaan, pertanian dan pekerjaan sebagai tenaga buruh atau sebagai tenaga ahli. Bekerjalah sesuai dengan apa yang kamu sukai. Tapi berusahalah sekuat tenaga mencegah nafs-mu hasratmu dari tidak menaati Allah Ta’ala. Lakukanlah penyucian sedemikian rupa supaya hal-hal tersebut tidak membuatmu lengah terhadap-Nya.” Pada kesempatan lain Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda “[Memenuhi] hak-hak diri sendiri itu diperbolehkan namun berlaku be i’tidaal tidak seimbang, tidak wajar pada diri sendiri itu tidak boleh.” Maka dari itu, seorang mukmin harus senantiasa mencamkan kata-kata ini dalam benaknya supaya kecintaan pada benda-benda duniawi tidak tumbuh sedemikian rupa yang membuatnya melupakan Tuhan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ “Telah ditampakkan kepada orang-orang keindahan kecintaan terhadap syahwat-syahwat.” Setelah itu, Dia rincikan pula benda-benda apa saja yang orang-orang bukan hanya sekedar memenuhi hajatnya saja bahkan mereka terlibat mendalam dalam keduniaan dan senantiasa berpikiran bagaimana mencapai tujuan-tujuan itu. Syahwat maknanya ialah syadid khaawahisy hasrat atau nafsu yang menggebu terhadap sesuatu; atau kecintaan dan kekhawatiran yang terus-menerus setiap waktu terhadap sesuatu hal. Kata itu pun menunjukkan suatu hal atau tujuan, yang semata-mata didasarkan pada nafsu; dan bahkan sesuatu atau seseorang dengan rasa nafsu seksual yang bertambah juga dapat dijelaskan dengan menggunakan kata syahwat. Jadi, ketika Allah berfirman [dalam ayat yang disebutkan di atas] bahwa hasrat terhadap hal-hal semacam itu telah ditempatkan dalam hati manusia, bukan berarti kecintaan semacam itu berasal dari Allah, bahkan itu berasal dari setan. Hal demikian karena itu syahwat bukanlah kecintaan yang biasa atau elok melainkan kecintaan dan hasrat-hasrat amat sangat terhadap sesuatu yang indah sampai-sampai setiap waktu membuat seseorang cemas dan gelisah demi meraihnya. Ia menyintai benda-benda duniawi melebihi batas kewajaran. Jika seseorang menenggelamkan diri dalam kecintaan terhadap benda-benda tersebut sampai sejauh itu maka benda-benda tersebut menjadi tidak terhitung ni’mat-ni’mat dari Allah, bahkan menjadi beban-beban setani yang membawa seseorang memuaskan diri dengannya secara yang tidak syar’i jika ia gelisah menginginkannya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang kita saksikan biasa terdapat di kalangan orang-orang duniawi materialistik. Demi memperoleh kekayaan, status duniawi dan demi hubungan yang tidak sah dengan wanita, orang-orang ini menabrak semua batasan yang terlarang. Bahkan jika mereka menikah, mereka melakukannya untuk mendapatkan kekayaan atau mereka ingin menikah dengan yang kaya. Demikian pula, dalam hal-hal lain pun mereka hanya ingin meraih keuntungan duniawi. Meskipun Allah Ta’ala menganugerahi umat Islam ajaran yang indah lagi murni dan juga memperingatkan mereka supaya melindungi diri dari hal-hal yang semacam itu, yaitu “Supaya kalian tidak berupaya mencari keduniaan sampai ke tingkat menjadikan itu tujuan kehidupan karena itu semua sementara; oleh karena itu, kalian harus berpikiran akan kembali kepada Allah Ta’ala dan hadir di hadapan-Nya suatu hari”; namun kita amati mayoritas dunia Muslim asyik dalam mengejar benda-benda duniawi dan melupakan tujuan kehidupan mereka. Para ulama, para pemimpin dan setiap dari mereka yang mendapat kesempatan, berupaya memperoleh hal-hal materi ini bagaimana pun caranya yang mungkin. Ketika kegemaran duniawi ini muncul di kalangan para pemimpin kaum maka muncullah kerugian terhadap negara dan bangsa. Pada hari-hari ini di negara-negara Muslim berada dalam posisi terdepan di bidang kerusuhan dan fitnah yang penyebabnya ialah keadaan yang Allah Ta’ala sifatkan bagi mereka yang jauh dari agama dan kaum materialistik ada pada keadaan umat Muslim hari ini. Para pemimpin memperoleh kursi di pemerintahannya dengan mengangkat slogan-slogan yang berbunyi untuk melayani rakyat. Namun, setelah itu, mereka merampas semuanya dengan kedua tangan mereka dengan cara yang tidak bisa dipahami di luar dugaan. Para ulama kurang memperhatikan perbaikan masyarakat secara keagamaan. Malahan sebaliknya, mereka membuat masyarakat sebagai pengikut mereka dengan mengatas-namakan agama, dan meraih kursi di pemerintahan dengan cara apa pun atau mereka bisa mengeksploitasi pemerintahan demi kemanfaatan mereka, mengumpulkan kekayaan dan mempunyai properti. Mereka berteriak-teriak membawa-bawa nama Allah Ta’ala tapi tidak tampak dari perilaku mereka bahwa mereka pribadi yang takut kepada Allah Ta’ala. Hal semacam ini kita dapat lihat di Pakistan. Mereka membunuh rakyat awam seperti halnya memotong sayuran lobak dan wortel. Mereka tidak menghargai nyawa manusia namun mereka tetap saja tidak melepaskan kekuasaan. Hal demikian terjadi di banyak negara. Tujuan mereka ialah terus berkuasa, menampakkan kekuasaan, mengumpulkan kekuasaan dan tidak kenyang puas dengan keadaan apa pun. Apa sebabnya negara-negara Islam berada dalam keadaan mengerikan seperti itu, padahal mereka memiliki kekayaan, kekuasaan dan sumber daya alam. Kemiskinan sedang terjadi dan roti bahan makanan pokok sulit diperoleh. Hari ini, boleh dikatakan bahwa Arab Saudi adalah negara yang amat kaya. Namun, bahkan di sana pun, kemiskinan terus meningkat sekarang. Sebelumnya telah ada orang-orang miskin dan kini tengah bertambah lagi. Meski kaya minyak, tapi angka kemiskinan sedang memuncak. Hanya kondisi para pangeran, orang-orang kaya dan para pemimpin saja yang hidup dalam kemakmuran. Mereka dapat menghabiskan beberapa juta dolar hanya dalam satu hari. Orang-orang itu memperoleh kekayaan dengan cara yang tidak benar atau merampas hak-hak orang miskin; dan pembelanjaan uang mereka pun dengan cara yang tidak benar. Semoga Allah Ta’ala menganugerahi kebijakan kepada para pemimpin, raja dan semua orang yang menggerogoti kekayaan tersebut, sehingga bukan hanya sibuk menimbun kekayaan, tapi mereka mampu menjadi orang-orang yang memanfaatkan kekayaan mereka dengan cara yang benar dan pada tempatnya mereka sebaiknya memikirkan hajat hidup orang banyak. Dengan melakukan hal tersebut, mereka tidak hanya akan memperoleh ridha Allah Ta’ala, namun juga akan memperoleh kekuasaan dari segi duniawi. Dengan demikian, bukannya mengikuti perintah dari kekuatan non-Muslim dan bertindak sesuai keinginan mereka, malahan kekuatan non-Muslim yang akan mulai mendengarkan dan mengikuti mereka para pemimpin Muslim. Beberapa hari belakangan ini terjadi kegemparan besar karena Presiden Amerika Serikat yang mengumumkan bahwa Yerusalem adalah ibukota Israel. Dia telah memerintahkan agar kedutaannya dipindahkan ke Yerusalem dan menyatakannya sebagai ibukota Israel. Secara praktis semua kantor Israel sudah berada di sana namun dunia luar tidak mengakui hal tersebut. Kini, setelah keputusan tersebut muncul protes penentangan dari pemerintahan-pemerintahan tertentu di seluruh dunia. Negara-negara di dunia terbelah dalam menyikapinya. Namun, semua penentangan ini merupakan akibat kelemahan umat Islam sendiri. Sesama negara Muslim sendiri tidak bisa bersatu dan saling memerangi. Keadaan internal mereka begitu lemah, sehingga memberi kesempatan kepada negara lain semacam Amerika untuk mengumumkan hal-hal semacam ini. Amerika serikat melakukan hal ini supaya keadaan keamanan di negara-negara Muslim tidak berjalan dan membuat mereka terpaksa tunduk kepada keputusan-keputusan Amerika. Arab Saudi sekarang [pura-pura memprotes] menyatakan keputusan presiden Amerika Serikat AS sama sekali tidak dapat diterima selamanya. Namun, beberapa hari sebelumnya Saudi menampakkan sikap mengiyakan keputusan-keputusan Presiden Amerika ini Trump. Saudi Arab juga telah mendukung keputusan Amerika Serikat yang menentang Iran padahal saat itu waktu yang tepat bagi Saudi Arabia untuk mencegah AS dari hal tersebut dan mengatakan, “Kami bersama negara-negara Islam dan tidak menerima permusuhan terhadap umat Muslim dari pihak negara besar mana pun.” Saudi Arabia telah meminta negara adi daya untuk membantu mereka terus-menerus menyerang Yaman. Saudi Arabia setuju terhadap keputusan-keputusan Amerika guna menampakkan kekuatannya, memperlihatkan wibawa kerajaannya dan demi keuntungan kepentingan-kepentingan Amerika Serikat. Demi memperoleh ketentuan duniawi yang sementara, mereka meninggalkan perintah-perintah Allah Ta’ala. Maka, hal ini sebentar lagi akan memberikan dampak kepada mereka disebabkan tidak menaati perintah-perintah Allah Ta’ala, inilah yang sedang kita amati saat ini. Pada dasarnya orang-orang semacam ini sedang menyembelih diri mereka sendiri. Hadhrat Masih Mau’ud as mengumpamakan seseorang yang kerjanya hanya ingin mendapatkan keuntungan dari dunia ini adalah seperti seorang pria dengan rasa gatalnya’, yang merasa enak dengan menggaruk gatal-gatalnya yang tanpa henti itu. Tapi garukan tersebut hanya memberikannya rasa enak yang sementara, setelah itu akan merusak kulitnya, meninggalkan goresan dan membuatnya berdarah. Hal-hal materi yang didambakan seseorang melebihi kewajaran ini membawa sebab-sebab kegelisahan pada akhirnya. Mereka yang menyangka perilaku menambah kekuatan dan jumlah mereka ini sebenarnya tengah mengeluarkan darahnya sendiri disamping mengundang murka Ilahi. Allah Ta’ala telah menyebutkan hal ini di tempat lain sebagai berikut اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ “Ketahuilah, kehidupan dunia ini hanyalah permainan-permainan sebagai sarana guna memenuhi keinginan-keinginan diri yang melalaikan dari tujuan agung, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak. Perumpamaan kehidupan di dunia ini seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” Surah al-Hadid 21 Oleh karena itu, adalah kewajiban bagi seorang mukmin untuk memohon ampun dan berserah diri kepada Allah Ta’ala daripada harus merasa bangga dengan harta duniawi dan sepenuhnya mencurahkan segala upaya mereka demi mengejar capaian-capaian duniawi. Mereka seharusnya tidak menghancurkan kehidupan duniawi dan kehidupan mereka setelah kematian mereka dengan bertindak layaknya seseorang yang menderita gatal-gatal. Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda di salah satu majelis tentang keadaan dan perbekalan kehidupan duniawi, “Semakin manusia terhindar dari keadaan penuh gejolak nafsu demi mencapai keinginan materi, semakin banyak keinginannya yang terpenuhi.” Itulah perjuangan untuk menjauhkan diri dari hasrat tak bermoral duniawi. “Ada api yang menyala terus-menerus di dalam hati orang-orang yang ingin menjulur-julurkan lidah amat menginginkan demi mendapatkan benda-benda [duniawi], dan mereka diliputi dalam kesulitan yang permanen kecemasan dsb. Ketentraman di dunia ini hanya dapat seseorang temukan dengan membebaskan diri dari kecemasan yang seperti ini.” selamat dari segala hasrat yang terus-menerus untuk mendapatkan hal-hal duniawi. “Suatu kali, seorang pria tengah mengendarai kuda. Dia melihat seorang Faqir pengemis yang mengenakan pakaian yang nyaris tidak menutupi tubuhnya. Penunggang kuda itu bertanya pada sang pengemis Hai tuan, bagaimana kabarmu?’ Si pengemis menjawab Sama seperti seseorang, yang semua keinginannya terpenuhi?’ Penunggang kuda heran mendengar jawaban itu dan bertanya Bagaimana bisa semua keinginanmu terpenuhi?’ Pengemis itu menjawab Ketika seseorang meninggalkan semua hasratnya, seakan-akan ia telah meraih semuanya.’ Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda “Kesimpulannya, ketika seseorang menginginkan untuk mendapatkan segalanya, maka itu menjadi sumber ketidaknyamanan penderitaan baginya, namun, ketika seseorang qana’ah merasa cukup atau puas dan meninggalkan semua [keinginan], maka rasanya seolah-olah mereka telah meraih segalanya. Pengertian najaat kebebasan dan keselamatan adalah ketika seseorang merasakan kelezatan sukacita, kebahagiaan dan bukan dukacita penderitaan. Kehidupan yang penuh kesusahan tidak baik di kehidupan ini dan tidak juga di kehidupan yang akan datang akhirat.” Beliau as bersabda, “… kehidupan ini walau bagaimana pun akan habis berakhir, karena ia seperti sepotong es, bagaimana pun kalian menyimpannya di dalam peti-peti dan dibalut dalam kain, tetap saja dia meleleh.” Beliau as mengumpamakan kehidupan sebagai es mengingat begitu sedikit atau cepatnya berakhir “Seperti itu jugalah, betapa pun hebatnya upaya dilakukan untuk melindungi kehidupan, yang benar pasti adalah ia akan habis. Hari demi hari sedikit banyak akan terjadi perubahan padanya. Di dunia ini terdapat para dokter dan juga para tabib, namun tidak satu pun ada yang memberi resep umur kekal.” Tidak ada satu pun resep yang menuliskan bahwa seseorang akan hidup selamanya atau berumur sampai selama waktu tertentu. “Ketika seseorang mencapai usia tua, sebagian orang lain datang kepadanya untuk menghiburnya dengan mengatakan, Anda belum tua. Anda masih muda kok. Kan belum 60 tahun atau 70 tahun. Umur itu bukan umur yang tua juga.’” Mereka bercakap-cakap dengan corak mirip ini. Namun ini hanya percakapan sebentar saja. “Jiwa manusia menipunya dan mengangan-angankannya umur panjang. Kita lihat di dunia umur-umur manusia yang bersamaan dengan itu mulai melemah ialah setelah 60 tahun. Amat berbahagialah mereka yang telah mencapai umur 60 atau 62 dan sampai batas tertentu kekuatannya masih bagus. Namun, banyak dari mereka yang menjadi seperti kurang akal pikun. Setelah itu mereka tidak masuk forum musyawarah. maksudnya tidak diajak berdiskusi atau bermusyawarah Tidak ada lagi sisa akal cerdas mereka. Tidak ada lagi cahaya di pemikiran mereka. Terkadang kaum perempuan menganiaya juga mereka yang berada dalam usia lanjut ini sampai-sampai lupa memberikan makan kepada mereka. Terkadang orang-orang di rumah memperlakukan tidak baik kepada anggota keluarga di rumahnya Kesulitannya ialah manusia ketika muda merasa akan muda terus dan lupa kelak akan tua dan mati.” Demikianlah manusia yang merasa berkuasa melakukan apa saja yang dia inginkan. Mereka merasa kekuasaannya tersebut akan bertahan selamanya. “Ia terus-menerus melakukan keburukan dan pada akhirnya ketika ia menyadari akan perbuatannya itu, ia tidak dapat bertindak apa-apa. Maka dari itu, kita harus melihat tahun-tahun masa muda kita sebagai ibarat harta karun.” Hadhrat Masih Mau’ud alaihis salaam memberi pengertian kepada teman beliau as yang beragama Hindu, Syarampat, “Tidak diragukan lagi bahwa telah terpenuhi sebagian hal yang Anda niatkan untuk dicapai dalam kehidupan Anda. Namun, jika Anda renungkan sekarang, niscaya akan Anda rasakan itu seperti gelembung yang meletus segera dan tidak tersisa sedikit pun di tangan. Kenyamanan kebahagiaan di masa lampau tidak bermanfaat sedikit pun. Dengan menggambarkan tentangnya, kedukaan bertambah.” Ketika seseorang telah melalui kenyamanan di masa lampau dan kemudian memasuk kesulitan-kesulitan, beliau as bersabda bahwa itu tidak berfaedah sedikit pun. Bila seseorang memikirkan masa lalu maka ia malah bertambah sedih. “Seorang yang berpikir dapat mengambil kesimpulan dari hal ini bahwa manusia harus menjadi anak waktu’” Artinya, ia sibuk tiap detik dari kehidupannya dan memperhatikan waktu serta berperilaku sesuai keadaan waktunya. “Kehidupan adalah apa yang ada di tangannya sekarang. Waktu yang telah berlalu tidak bisa dikembalikan. Tidak ada gunanya membayangkannya. Betapa bahagianya seorang anak kecil di pangkuan ibunya. Semua orang menggendongnya. Masa itu ibarat surga baginya. Namun, pikirkanlah sekarang! Dimanakah masa itu?” Waktu itu telah berlalu. segala sesuatu yang ada di dunia ini hanya sementara. Sarana-sarana kemudahan hanya sementara. Oleh karena itu, bila siapa saja mendapatkan kenyamanan, kemudahan, kewenangan dan kekuasaan serta jabatan; maka senantiasalah merenungi hal ini. “Apakah mungkin masa-masa yang telah berlalu dapat kembali?” Selanjutnya Hadhrat Masih Mau’ud as menceritakan sebuah riwayat “Suatu kali ada seorang Raja sedang berjalan-jalan dan menangis melihat anak-anak. Padahal dia sedang melihat anak-anak yang tertawa dan bermain tanpa beban. Sang raja teringat masa kecilnya yang tanpa beban apa-apa bermain bersama teman-teman masa kecilnya. Ia mengalami kesulitan-kesulitan besar setelah meninggalkan persahabatan tersebut.” sang Raja menangis karena menyaksikan anak-anak kecil bermain-main tanpa beban dan penuh kebebasan. Karena hal ini, ia teringat masa kecilnya dan merindukan masa itu sementara keadaan yang ia alami masa kini berbeda lagi. Bahkan para raja sekalipun tidak tenang akan hidupnya dan tidak berbahagia secara hakiki meski mereka bergelingan berbagai sarana kenyamanan dan kenikmatan duniawi. Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda “Seseorang harus menyadari masa tua adalah masa yang sulit. Pada waktu itu teman dekatnya bahkan keluarganya ada yang berharap agar ia meninggal saja. Sebelum orang itu meninggal dunia, kekuatannya telah meninggalkannya.” Hati sebagian kerabat dan temannya menjadi demikian keras sampai-sampai melihat keadaan orang yang tengah sakit itu atau yang telah lanjut usia itu lalu berkata, “Ia menjadi beban besar bagi kami.” Berkenaan dengan kehidupan itu sendiri, Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda “Gigi-giginya telah tanggal ompong. Pandangan matanya telah kabur. Ia seperti patung batu. Bentuknya menjadi jelek. Sebagian orang lagi menderita penyakit-penyakit yang berbahaya sehingga membuatnya mengambil jalan bunuh diri.” Inilah yang kita lihat di dunia ini. Terlepas dari semua itu, ketika seseorang itu masih muda dan penuh energi, ketika ia memiliki kekuatan untuk mendapatkan uang, ia masih tetap tidak sadar akan yang terjadi di masa depan. Ketika sadar, ia baru menyadari hidupnya telah dilalui dengan sia-sia. Inilah saatnya [kesadaran] itu dingat bahwa akan lebih baik jika ia mengikuti perintah-perintah Allah Ta’ala dan menjalani hidupnya sesuai dengan perintah tersebut, bukannya terkurung oleh dunia dan mengabaikan Allah Ta’ala.” Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Terkadang seseorang mendapat musibah yang membuatnya ingin melarikan diri. Jika keadaan anak-anaknya tidak baik, kesulitan-kesulitannya pun bertambah. Pada saat demikian barulah dia menyesal telah menghabiskan umurnya untuk hal-hal yang salah.” Pada waktu itu ia baru ingat kebaikan mengamalkan perintah-perintah Allah. Seseorang hendaknya harus hidup sesuai dengan hal itu bukannya tenggelam dalam kesibukan-kesibukan duniawi dan melupakan Allah. Di dunia ini telah berlalu Fir’aun-Fir’aun besar dan banyak lagi Haman-Haman serta orang-orang kuat lain yang jika kita pelajari perjalanan hidup mereka akan diketahui bahwa keagungan duniawi dan kehebatan duniawi mereka tidak bermanfaat apa-apa bagi mereka. Pemerintahan-pemerintahan mereka lebih dari segi kebebasan kewenangan kekuasaan dibandingkan pemerintahan-pemerintahan saat ini namun mereka semua telah dihapuskan. Beliau as melanjutkan, “Orang yang berakal cerdas ialah yang bertawajjuh hanya kepada Tuhan saja dan mengimani-Nya tanpa sekutu. Kita telah menguji bahwa dewa-dewi tidaklah bermanfaat. Jika seseorang tidak tunduk kepada Tuhan Yang Tunggal tersebut, tentu satu pun tidak ada yang merahmatinya. Jika bencana datang kepadanya, tak satu pun yang bersimpati kepadanya. Ribuan musibah datang kepada manusia. Ketahuilah! Tidak ada bagi kalian kecuali Satu Yang Maha Pemelihara saja, tiada yang lain. Dialah yang meniupkan kecintaan ke dalam hati para ibu. Jika kecintaan seperti ini tidak Dia ciptakan di hati para ibu, tentu mereka takkan merawat anak-anaknya. Janganlah kalian menyekutukan Tuhan dengan siapa pun.” Inilah yang beliau nasehatkan kepada seorang Hindu. Di beberapa agama orang-orang membuat dewa-dewi dan berhala-berhala secara fisik, namun beberapa orang lainnya mengambil benda-benda duniawi seperti anak-anak, kekuatan dan kekuasaan sebagai sekutu Tuhan. Lalu ada persekutuan atau seperti contoh yang telah saya berikan bahwa beberapa negara kecil ingin mencari perlindungan kepada negara-negara kuat lainnya. Mereka menjadikan negara-negara adidaya tersebut sebagai tuhan-tuhan mereka. Tapi semua hal ini pasti akan berakhir dan hancur. Sebagaimana Allah Ta’ala firmankan, jahiim neraka menjadi tempat tinggal mereka. Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Hendaknya diingat dengan baik, siapa pun yang menjadi milik Allah Ta’ala, maka Dia menjadi miliknya. Dan tidak ada satu pun orang yang dapat menipu Allah Ta’ala. Sungguh bodoh jika seseorang berpikiran dapat menipu Allah Ta’ala dengan kepura-puraan dan penipuan. Hal tersebut hanya menipu dirinya sendiri. Kecintaan dan keindahan duniawi merupakan asal berbagai pelanggaran. Hal tersebut telah membutakan manusia dan membuatnya lupa akan kemanusiaan dan ia tidak menyadari apa yang ia sedang lakukan dan apa yang hendaknya ia lakukan. Apabila manusia yang cerdas saja tidak tertipu oleh trik seseorang maka bagaimana mungkin Allah bisa ditipu? Namun, akar perbuatan buruk tersebut ialah kecintaan terhadap dunia yang begitu kuat. Penyebab terbesar yang menimbulkan kehancuran bagi dunia Islam ialah dosa kecintaan terhadap dunia. Terlihat mereka terjerat dalam hal itu. Kecintaan terhadap dunia menjadi perhatian utama dan sebab kedukaan mereka dalam berdiri, duduk, tidur dan bangun mereka bahkan setiap momen dari malam dan siang tanpa memikirkan apa yang akan terjadi setelah mereka mati dan masuk ke dalam kubur. Andai saja mereka takut akan Allah, niscaya pada mereka terdapat kepedulian dan kesedihan demi agama yang akan sangat bermanfaat bagi mereka.” Maka dari itu, kewajiban orang beriman untuk mengkhawatirkan keadaannya pada hari akhirat nanti dan juga agar dapat meraih kasih sayang Allah Ta’ala, bukan sebaliknya, sibuk mengkhawatirkan hal-hal duniawi. Ciptakanlah sifat qanaa’ah. Pergunakanlah benda-benda duniawi sembari menganggapnya sebagai kenikmatan dari Allah Ta’ala. Bukan sebagai sesembahan atau mengejar-ngejarnya sedemikian rupa. Sesembahan kita ialah Sesembahan kita yang hakiki. Orang beriman harus lebih mencintai Allah Ta’ala. Kecintaan kepada Allah-lah yang akan membawa ketakwaan dan selanjutnya menimbulkan qanaa’ah kebahagiaan dalam diri manusia. Allah Ta’ala sendiri telah mengatakan kepada kita mengenai tanda orang beriman. Yaitu mereka terdepan dalam kecintaan kepada Allah Ta’ala. Dia berfirman وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ walladziina aamanuu asyaddu hubbal Lillah…’ – “Adapun orang-orang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” Surat Al-Baqarah ayat 165 Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda mengenai mata rantai kecintaan kepada Allah Ta’ala “Ketahuilah! Ghiirah kehormatan Allah Ta’ala tidak menerima bila ada orang beriman menduakan-Nya dalam kecintaan pribadi. Dia sangat cemburu dalam hal ini. Orang beriman hendaknya tidak menduakan kecintaan pribadinya kepada Allah dengan sesuatu apa pun ketika ada orang yang. Allah Ta’ala. Dia berfirman وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ “Adapun orang-orang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” Surat Al-Baqarah ayat 165 Itu artinya, orang Mu’min beriman adalah orang yang mencintai Allah Ta’ala melebihi apapun. Kecintaan yang demikian ialah haq Allah nan Maha Agung dan Perkasa saja dan siapa pun yang menyerahkan haq-Nya kepada selain-Nya maka ia lebih hancur. Semua keberkatan yang diperoleh para hamba Allah dan semua jenis pengabulan yang mereka dapatkan; apakah itu mereka peroleh dengan shalat dan puasa yang biasa-biasa saja? Sama sekali tidak. Melainkan itu diperoleh dengan ketauhidan dalam hati mereka yang menjadikan diri mereka sebagai demi Allah semata. Dengan tangan mereka sendiri, mereka korbankan selain Allah di jalan Allah. Saya tahu betul hakikat kepedihan yang menimpa seseorang yang terpisah di suatu waktu dari apa yang ia sebut kehidupan baginya. Namun, janganlah hendaknya selain Allah, dia jadikan harus sebagai satu-satunya yang sebanding dengan Kekasih Hakiki. Hati saya ini selalu memberikan fatwa bahwa lebih mencintai selain dari pada Allah Ta’ala, apakah itu cinta kepada istri, keluarga, teman dan lainnya maka ini adalah sejenis kekafiran dan dosa besar. Ini merupakan rahmat dan ni’mat Allah Ta’ala Yang menyediakan kesempatan-kesempatan demikian. Jika tidak berhati-hati dalam hal ini maka iman akan terjerumus dalam bahaya.” Tidak mungkin seorang beriman sejati berpikiran mengikuti kecintaan terhadap kebendaan secara syahwati amat berlebihan. Maka dari itu, kemajuan dalam keimanan dan Qana’ah merasa cukup adalah hal yang penting bagi seorang Mu’min. Karena itulah, Nabi Muhammad shallaLlahu alaihi wa sallam bersabda, كُنْ وَرِعًا ، تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ Kun wari’an takun a’badan naas.’ – “Jadilah kamu orang yang paling wara’ bertakwa, hati-hati bertindak maka kamu akan menjadi yang paling abid ahli ibadah diantara manusia.” Jika hati seseorang itu penuh kecintaan kepada Allah dan ketakwaan maka ia akan kokoh dalam menunaikan hak penghambaan kepada Allah dan ibadah kepada-Nya. Seorang abid sejati harus menjadi seorang yang qana’ah. Nabi saw bersabda, وَكُنْ قَنِعًا ، تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ wa kun qani’an, takun asykarannaas.’ – “Jika kalian menimbulkan qana’ah dalam diri kalian maka kalian akan mampu untuk melalui kehidupan dalam rasa syukur.” Ketika seseorang Qana’ah maka dia akan menjadi hamba yang bersyukur dan rasa syukur ini begitu sangat penting bagi seorang Mu’min. Orang-orang beriman ialah yang paling banyak bersyukur dan memang hendaknya demikian. Orang-orang yang dengan mulut saja mengatakan bersyukur kepada Tuhan, namun pada waktu yang sama ternyata mengejar kenikmatan kehidupan dunia, kehormatan dan hal-hal memalukan; maka mereka sebenarnya berada dalam hubbusy syahawaat terjerat dalam hasrat berlebihan terhadap duniawi. Mereka tidak pernah mampu bersyukur secara hakiki. Dalam menggambarkan orang-orang materialistis ini, Nabi Muhammad shallaLlahu alaihi wa sallam pernah bersabda, لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِيَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا، وَلَوْ أُعْطِيَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ، “Jika anak Adam memiliki satu buah lembah yang penuh dengan emas, dia ingin menambah lagi sehingga memiliki dua lembah, namun tidak ada yang dapat memuaskan hasratnya hingga ia masuk liang kubur.” Beliau selanjutnya bersabda, وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ “Allah Ta’ala menerima tobat seseorang yang bertobat.” Jadi, kehidupan ini adalah waktunya bagi seseorang harus bertobat jika dia melakukan kesalahan. Dalam hal menjelaskan tingkat Qana’ah kebahagiaan dan merasa cukup orang beriman, Rasulullah saw bersabda, مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا» “Siapa di antara kalian berpagi hari dalam keadaan mendapatkan rasa aman di rumahnya pada diri, keluarga dan masyarakatnya, diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” Jadi, inilah tingkat Qana’ah kebahagiaan dan merasa cukup orang beriman. Semoga Allah Ta’ala menganugerahi dalam diri kita terciptanya Qana’ah kebahagiaan dan merasa cukup dan ketakwaan. Semoga tujuan kita adalah guna meraih kecintaan Allah Ta’ala bukan meraih kecintaaan hal-hal materi dan semoga kita menerima ampunan dan ridha Allah Ta’ala. Setelah ini saya ingin mengalihkan perhatian kepada doa sebagaimana telah secara ringkas kami sebut bahwa para pemimpin negara-negara Muslim yang mana memendam hasrat-hasrat duniawi dan secara amal perbuatan bukannya menuhankan Tuhan malahan menuhankan kekuatan adidaya negara-negara kuat. Mereka beranggapan berkawan dengan negara-negara adidaya dapat menjamin kekekalan kekuasaan mereka dan kemajuan mereka. Padahal perhatikanlah keadaan Amerika Serikat. Baru-baru ini dalam sebuah artikel di surat kabar di Jerman tertulis banyak hal yang diantaranya “Washington ibukota AS yang tadinya dianggap sebagai model dan percontohan yang harus diikuti bagi dunia, tampaknya sekarang sudah mulai ditinggalkan. Ia tengah berangsur-angsur tidak berkualitas seperti itu lagi. Sekarang ini Beijing, ibukota RRT, Republik Rakyat Tiongkok Cina tampaknya yang akan menjadi model dunia. Amerika telah menurun kedudukan dan kualitasnya.” Sarana-sarana duniawi itu hanya sementara. Apa yang muncul pada hari ini akan hilang pada hari esoknya. Orang-orang Islam harus paham hal ini. Pengumuman dibuat oleh Amerika Serikat soal pemindahan kedutaannya ke Yerusalem [dari Tel Aviv]. Hal itu dilakukan semata-mata anggapan demi memperbaiki dan memperkuat hubungannya dengan Israel serta juga supaya reputasinya tetap utuh. Namun, jika Allah telah menetapkan kemunduran maka tidak akan bermanfaat persahabatan dan perjanjian duniawi. Hal itu telah mulai tampak atas kekuatan negara adidaya, khususnya Amerika Serikat. Bagaimana natijahnya akibatnya? Hanya Allah Ta’ala yang Maha Mengetahui. Tapi, dalam keadaan seperti itu, mereka Amerika masih sempat saja berusaha dengan keras membuat orang-orang Muslim saling berperang diantara mereka sendiri sibuk mengadu domba umat Islam. Oleh karena itu umat Islam juga seharusnya sadar. Inilah sebabnya mengapa kita harus berdoa untuk dunia Muslim agar Allah Ta’ala menganugerahi mereka pemahaman, mereka menjadi satu kesatuan dan supaya kemungkinan perang antar negara Islam dihindari. Selain itu, semoga dijauhkan terjadinya pertempuran di dalam kalangan di negara-negara Islam yang membuat ribuan orang, bahkan menurut beberapa survei mengatakan hingga ratusan ribu nyawa hilang. Semoga Allah menganugerahi mereka pemahaman supaya itu dan memungkinkan mereka untuk hidup sebagai satu bangsa. Semoga Dia mengakhiri perselisihan di dalam kalangan negara Muslim ini sehingga pihak-pihak yang memusuhi Islam tidak mengambil keuntungan apapun dari itu. Selain itu semua, yang lebih penting lagi, marilah kita semua berdoa agar orang-orang Islam tersebut menerima Al-Masih dan Al-Mahdi yang diutus Tuhan, dan dengan mengikatkan diri mereka dengan beliau as, mereka akan dapat membangun kedamaian dan keamanan diantara mereka dan di dunia pada umumnya. Aamiin Penerjemah Dildaar Ahmad Dartono ________________________________ [1] Malfuzhaat, jilid 10, h. 260, edisi 1985, UK. [2] Malfuzhaat, jilid 5, h. 248, edisi 1985, UK. [3] Malfuzhat jilid 1, halaman 155, edisi 1985, terbitan UK. [4] Malfuzhat jilid 3, halaman 422, edisi 1985, terbitan UK. [5] Perbedaan antara Ahmadi dan bukan Ahmadi, Ruhani Khazain jilid 20,h. 483, edisi komputerisasi 2009, terbitan UK. [6] Al-Hakam, 10 Agustus 1901, h. 9, nomor 29, jilid 5; Tafsir HadhratMasih Mau’ud alaihis salaam, Surah al-Baqarah 166. [7] Sunan ibn Maajah, Kitab tentang Zuhd, bab al-wara’ dan takwa, “Dari Abu Huraira berkata, Rasulullah telah bersabda بَاهُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا ، تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ ، وَكُنْ قَنِعًا ،تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ ، وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ، تَكُنْ مُؤْمِنًا ، وَأَحْسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ ، تَكُنْمُسْلِمًا ، وَأَقِلَّ الضَّحِكَ ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُالْقَلْبَ. hai Abu Hurairah Jadilah engkau wira’i, maka engkau akan menjadi orang yang paling berbakti ibadat, dan jadilah engkau qana’ah, niscaya engkau menjadi orang paling bersyukur, dan cintailah manusia sebagaimana engkau mencintai dirimu, engkau akan menjadi beriman, dan perbaikilah kehidupan bertetangga orang yang menjadi tetanggamu, engkau akan menjadi muslim, jadilah orang yang sedikit tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.’” [8] Abdullah ibnu Az Zubair pernah berpidato di Makkah, lalu ia mengatakan, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka ia masih menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat.” HR. Bukhari no. 6438 [9] Shahih al-Bukhari, Kitab ar-Riqaq, bab fiman fitnatil maal, no. 6438. [10] Jami’ at-Tirmidzi, Abwaabuz zuhd, bab al-washf min hizah lahud dunya, no. 2346, Ibnu Majah no. 4141; dari ’Ubaidillah bin Mihshan Al Anshary
Barangsiapayang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan meridhoinya dan Allah akan membuat manusia yang meridhoinya. Barangsiapa yang mencari ridho manusia dan membuat Allah murka, maka Allah akan Siapa yang pada hari ini (ZAMAN FITNAH) berpegang teguh dengan sunnah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, melaksanakannya,
Materi Khutbah Jumat 4 Cara Meraih Ridha Allah azza wajalla Oleh Sodiq Fajar Link download materi khutbah Jumat versi PDF ada di bawah tulisan ini. إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْدُ Jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Kami wasiatkan kepada diri kami, juga kepada jamaah sekalian dengan wasiat yang sangat mulia. Mari tingkatkan iman dan takwa kita kepada Allah azza wajalla. Mari pegang teguh syariat-syariat-Nya. Mari tegakkan syariat shalat wajib lima waktu. Mari tunaikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban kita sebagai hamba Allah azza wajalla dengan sebaik-baiknya. Tidak ada bekal yang dapat menyelamatkan kita dari siksa api neraka kecuali dengan bekal iman dan takwa kepada Allah azza wajalla. Mari tingkatkan ketakwaan dan ketaatan kita kepada syariat Allah azza wajalla. Ketahuilah, seburuk-buruk umat adalah umat yang suka melanggar syariat-syariat Allah azza wajalla. Seburuk-buruk umat adalah umat yang tidak mau taat kepada Allah azza wajalla. Khutbah Jumat Al-Quran dan as-Sunnah Pedoman dan Ruh Kehidupan Jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Keberadaan kita di dunia ini hanyalah sementara. Umur dunia ini terbatas. Kehidupan di dunia ini hanyalah fana. Waktu terus berjalan tanpa dapat dihentikan, dan umur kita hanyalah terbatas. Umur kita lebih pendek dari umur dunia ini. Kita diam, waktu tidak diam. Ia akan terus berjalan. Kita bergerak, waktu pun juga akan bergerak. Lantas, apa yang harus kita lakukan? Diam saja, atau melakukan sesuatu? Lalu, jika harus melakukan sesuatu, apa dampak dari aktivitas yang kita lakukan? Dampak buruk, atau dampak baik bagi diri sendiri dan lingkungan? Maka, inilah yang harus selalu kita jadikan bahan renungan. Apa yang harus kita lakukan di dunia ini? Aktivitas yang bagaimana yang semestinya kita lakukan untuk mengisi waktu di dunia ini? Jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Apa jawaban untuk pertanyaan tersebut? Jawabannya adalah ridha Allah azza wajalla. Kita hanya butuh ridha Allah azza wajalla. Visi kita selama di dunia ini adalah meraih ridha Allah azza wajalla. Jika Allah azza wajalla telah ridha dengan setiap detik waktu yang kita lalui di dunia ini, insyaallah kebahagiaan akan menyelimuti diri kita. Selamanya. Jika visi hidup kita di dunia ini bukan untuk meraih ridha Allah azza wajalla, maka yang akan kita dapat adalah neraka Jahanam. Na’udzubillahi min dzalik. Allah azza wajalla berfirman, اَفَمَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَ اللّٰهِ كَمَنْۢ بَاۤءَ بِسَخَطٍ مِّنَ اللّٰهِ وَمَأْوٰىهُ جَهَنَّمُ ۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ “Maka adakah orang yang mengikuti keridaan Allah sama dengan orang yang kembali membawa kemurkaan dari Allah dan tempatnya di neraka Jahanam? Itulah seburuk-buruk tempat kembali.” QS. Ali Imran 162 Materi Khutbah Jumat 10 Tanda Lemahnya Iman Masalah selanjutnya adalah, bagaimana cara meraih ridha Allah azza wajalla tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu mengkaji al-Quran dan as-Sunnah sebagai sumber segala ilmu. Jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Banyak ulama yang telah menjelaskan bagaimana cara meraih ridha Allah azza wajalla. Kami ringkaskan menjadi empat cara. Semoga kita dapat memahaminya dengan baik untuk selanjutnya diterapkan dalam kehidupan nyata semampunya. Pertama Meraih Ridha Allah azza wajalla dalam Ranah Akidah Cara meraih ridha Allah azza wajalla dalam ranah akidah adalah dengan beriman kepada-Nya, beribadah hanya kepada-Nya, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Selain itu, berpegang teguh dengan agama Allah azza wajalla dan menjauhi sebab-sebab perpecahan umat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلَاثًا فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ “Sesungguhnya Allah menyukai bagimu tiga perkara dan membenci tiga perkara; Dia menyukai kalian supaya beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, kalian berpegang teguh dengan agama-Nya dan tidak berpecah belah. Dan Allah membenci kalian dari mengatakan sesuatu yang tidak jelas sumbernya, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.” HR. Muslim Iman, tauhid, dan ikhlas, ketiga hal ini akan mengantar kita untuk meraih ridha Allah azza wajalla. Materi Khutbah Jumat 9 Pengaruh Maksiat Terhadap Kehidupan Seseorang Jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Kedua Meraih Ridha Allah azza wajalla dalam Ranah Ibadah Amaliah Cara meraih ridha Allah azza wajalla dalam ranah ibadah amaliah adalah dengan memperbanyak amal yang bernilai ketaatan dan ibadah. Dalam hal ini, lurusnya niat menjadi syarat penting dalam beramal. Sebagai contoh, puasa. Secara umum, puasa merupakan amal ibadah untuk mendapatkan ridha Allah azza wajalla. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا “Dan demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang sedang shaum lebih harum di sisi Allah Ta’ala dari pada harumnya minyak misk, karena dia meninggalkan makanannya, minuman dan nafsu syahwatnya karena Aku. Shaum itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan membalasnya dan setiap satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa.” HR. Al-Bukhari Contoh lain, zikir. Zikir adalah amalan lisan yang sangat ringan. Namun, di balik ringannya amalan zikir, tersimpan keutamaan yang begitu besar. Zikir termasuk amal ibadah yang mendatangkan ridha Allah azza wajalla. Dari Abu Darda’ radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَرْضَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ، وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِعْطَاءِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ، وَمِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ، وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ؟ “Maukah kalian saya beritahukan tentang sebaik-baik amalan kalian dan yang lebih diridhai oleh Rabb kalian, lebih mulia bagi kalian dari bersedekah dengan emas dan perak serta dari berperang dengan musuh-musuh kalian kemudian kalian tebas batang leher mereka dan atau mereka menebas batang leher kalian?” قَالُوا وَمَا ذَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ Para sahabat bertanya, “Apakah amalan itu wahai Rasulullah?” قَالَ ذِكْرُ اللَّهِ Beliau menjawab, “Berdzikir kepada Allah.” وَقَالَ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ مَا عَمِلَ امْرُؤٌ بِعَمَلٍ أَنْجَى لَهُ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ Muadz bin Jabal berkata, “Tidaklah suatu amalan yang di kerjakan oleh seseorang lebih dapat melindungi dirinya dari azab Allah azza wajalla selain berzikir kepada Allah.” HR. Ibnu Majah no. 3790. Hadits shahih Contoh ibadah amaliah yang lain, jihad fisabilillah. Jihad adalah amalan yang sangat berat. Ya, jihad adalah amal ibadah. Namun, amal ibadah jihad tidak bisa dilakukan sembarangan. Pelaksanaannya harus benar-benar berdasar ilmu. Beratnya amal ibadah jihad berbanding lurus dengan pahala dan berbagai keutamaan yang didapat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, أَيُّمَا عَبْدٍ مِنْ عِبَادِي خَرَجَ مُجَاهِدًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي، ضَمِنْتُ لَهُ أَنْ أَرْجِعَهُ، إِنْ أَرْجَعْتُهُ بِمَا أَصَابَ مِنْ أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ، وَإِنْ قَبَضْتُهُ غَفَرْتُ لَهُ وَرَحِمْتُهُ “Siapa pun hamba-Ku yang berangkat untuk berjihad di jalan Allah dengan mengharapkan keridhaan-Ku, Aku menjaminnya untuk mengembalikannya, apabila Aku mengembalikannya dengan mendapatkan pahala atau rampasan perang, dan apabila Aku mencabut nyawanya, Aku mengampuninya, dan merahmatinya.” HR. An-Nasai No. 3126 Contoh lain, membaca, menghafal, tadabbur, dan mengamalkan al-Quran. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, يَجِيءُ الْقُرْآنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُ يَا رَبِّ حَلِّهِ فَيُلْبَسُ تَاجَ الْكَرَامَةِ ثُمَّ يَقُولُ يَا رَبِّ زِدْهُ فَيُلْبَسُ حُلَّةَ الْكَرَامَةِ ثُمَّ يَقُولُ يَا رَبِّ ارْضَ عَنْهُ فَيَرْضَى عَنْهُ فَيُقَالُ لَهُ اقْرَأْ وَارْقَ وَتُزَادُ بِكُلِّ آيَةٍ حَسَنَةً “Pada hari Kiamat, al-Quran akan datang kemudian berkata, Wahai Rabb berilah dia pakaian.’ Maka dipakaikanlah kepadanya mahkota kemuliaan. Kemudian al-Quran berkata lagi, Wahai Rabb, tambahkanlah kepadanya.’ Maka dipakaikan kepadanya pakaian kemuliaan. Kemudian berkata lagi, Wahai Rabb ridhailah dia.’ Akhirnya dia pun diridhai. Kemudian dikatakan kepada ahli al-Quran, Bacalah dan naiklah, niscaya akan ditambahkan kepadamu satu pahala kebaikan pada setiap ayat.’” HR. At-Tirmizi No. 2915. Hadits ini derajatnya hasan Jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Ketiga Meraih Ridha Allah azza wajalla dalam Ranah Ibadah Hati Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjelaskan bahwa ridha Allah azza wajalla dapat diraih dengan memperbanyak amalan hati yang selanjutnya mengaktualisasikannya dalam amalan lisan dan anggota badan. Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, إِنَّ اللهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا “Sesungguhnya Allah sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid Alhamdulillah sesudah makan dan minum.” HR. Muslim No. 2734 Contoh lain, bertasbih di malam hari, di siang hari, dan di waktu antara keduanya. Allah azza wajalla berfirman, وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوْبِهَا ۚوَمِنْ اٰنَاۤئِ الَّيْلِ فَسَبِّحْ وَاَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضٰى “Dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu, sebelum matahari terbit, dan sebelum terbenam; dan bertasbihlah pula pada waktu tengah malam dan di ujung siang hari, agar engkau merasa tenang.” QS. Thaha 130 Jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Keempat Meraih Ridha Allah azza wajalla dalam Ranah Muamalah Di antara cara meraih ridha Allah azza wajalla dalam ranah muamalah adalah dengan menjaga lisan agar hanya mengucapkan kalimat yang positif dan baik kepada orang lain. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ، لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ، لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ “Sungguh seorang hamba akan mengucapkan sebuah kalimat yang diridhai Allah, suatu kalimat yang ia tidak memedulikannya, namun dengannya Allah mengangkatnya beberapa derajat. Dan sungguh, seorang hamba akan mengucapkan sebuah kalimat yang dibenci oleh Allah, suatu kalimat yang ia tidak memedulikannya, namun dengannya Allah melemparkannya ke dalam neraka.” HR. Al-Bukhari No. 6478 Selain dengan berkata yang baik, cara meraih ridha Allah azza wajalla berikutnya adalah dengan berbuat baik kepada orang tua. Birrul walidain. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menegaskan bahwa bagi anak, ridha Allah azza wajalla tergantung kepada ridha orang tua. Dari sahabat Abdullah bin Amru radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ “Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, murka Allah tergantung pada murka orang tua.” HR. At-Tirmizi No. 1899. hadits ini derajatnya hasan Materi Khutbah Jumat Muslim Uighur adalah Saudara Seiman Kita Jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Apakah hanya itu cara meraih ridha Allah azza wajalla? Tentu tidak. Ada banyak sekali cara meraih ridha Allah azza wajalla. Semakin dalam kita mengkaji al-Quran dan hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam, insyaallah kita akan menemukan semakin banyak cara untuk meraih ridha Allah azza wajalla. Semoga Allah azza wajalla senantiasa memudahkan kita untuk mempelajari dan mengamalkan kitab sumber ilmu kita, yaitu al-Quran dan as-Sunnah. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ. KHUTBAH KEDUA إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ وَالمُسْلِمِينَ وَالمُسْلِمَاتِ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ اللَّهُمَّ خَالِفْ بَيْنَ كَلِمِهِمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَنْزِلْ بِهِمْ بَأْسَكَ الَّذِي لَا تَرُدُّهُ عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِيْنَ اللَّهُمَّ الْعَنِ الكَفَرَةَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ وَيُقَاتِلُوْنَ أَوْلِيَاءَكَ اللَّهُمَّ إِياَّكَ نَعْبُدُ، وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ، نَرْجُوْ رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ، إِنَّ عَذَابَكَ بِالْكُفّارِ مُلْحِقٌ اللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ الْإِيْغُوْرَ الْمَظْلُوْمِيْنَ فِي الصِّيْنَ اللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُضْطَهَدِيْنَ الْمَظْلُوْمِيْنَ فِي سُوْرِياَ اللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُضْطَهَدِيْنَ الْمَظْلُوْمِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ اللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ نَصْرًا مُؤَزَّرًا، اللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ نَصْرًا مُؤَزَّرًا، اللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ نَصْرًا مُؤَزَّرًا اللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنَ فِيْ سَبِيْلِكَ، اللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنَ فِيْ سَبِيْلِكَ، اللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنَ فِيْ سَبِيْلِكَ اللَّهُمَّ زِدْنَا وَلَا تَنْقُصْنَا، وَأَكْرِمْنَا وَلَا تُهِنَّا، وَأَعْطِنَا وَلَا تَحْرِمْنَا، وَآثِرْنَا وَلَا تُؤْثِرْ عَلَيْنَا، وَارْضِنَا وَارْضَ عَنَّا اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَبِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ وَصَلَّ اللَّهُمَّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصْحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ Download materi khutbah Jumat 4 Cara Meeraih Ridha Allah di sini Semoga bermanfaat!
Hidupdi dunia ini menurut ajaran Islam yang benar adalah untuk mengharap ridho Allah. Dalam berdoa dengan mengikuti ajaran Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam yaitu "Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina 'adzabannar" kita memohon untuk diberi kebaikan dunia dan akhirat.
MERIDHOI TAKDIR UNTUK MENCAPAI RIDHO ALLAH Seorang muslim wajib baginya mengimani perkara-perkara yang telah diberikan kepadanya berupa rukun iman. Seorang muslim yang baik bukan hanya mempercayai saja namun jug mengamalkan dari setiap bagian rukun iman yakni Iman Kepada Allah, Iman Kepada Malaikat, Iman Kepada Kitab-kitab Allah, Iman Kepada Rasul, Iman Kepada Hari Akhir dan Iman Kepada Qodho dan Qodar. Sebagai penganut agama yang kaffah haruslah terpenuhi keseluruhan itu sesuai tuntunan dan arahan dari al-Qur’an dan Hadits. Pada realitanya, sebagian manusia lupa dan lalai akan kewajibannya mempercayai hal yang sudah pasti tersebut. Manusia yang tersesat bisa saja melupakan Tuhannya dengan meniadakan Allah di setiap nafas hidupnya. Manusia bisa saja melupakan iman kepada malaikat dan hari akhir karena hati yang tersesat dengan tidak mempercayai suatu hal yang ghaib. Manusia bisa saja melupakan iman kepada kitab-kitab Allah, dan Rasul Allah. Namun manusia tidak bisa menghindari dari Qodho dan Qodar Allah. Oleh karena itu, seorang muslim akan dimintai pertanggungjawaban dari setiap perbuatan yang dikerjakannya. Pengertian Qodho dan Qodar Takdir atau lebih lengkapnya Qodho dan Qodar memiliki unsur ikatan kesinambungan. Qodar berarti ketika Allah telah menetapkan sesuatu akan terjadi pada waktunya dan Qodho adalah tibanya masa ketika ketentuan yang telah ditetapkan terjadi. Oleh karenanya, Qodar yakni suatu ketetapan Allah berlaku terhadap segala sesuatu sejak zaman azali serta Qodho adalah pelaksanaan Qodar ketika terjadi. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd,2007 Rasul SAW berkata أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, dan kamu beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk. HR. Muslim no. 8 Semua yang terjadi di dunia ini sudah menjadi ketetapan dari Allah SWT seperti adanya pergantian siang dan malam, adanya alam yang indah, sebaliknya adanya hal-hal yang ditetapkan seperti bencana alam, musibah dan lain sebagainya. Begitu pula adanya perbedaan keadaan manusia, Allah menciptakan manusia dengan bermacam ragam, ada wujud yang sempurna atau kurang sempurna. Adapun Allah mengatur setiap kebutuhan manusia dan menempatkan kondisi manusia dalam berbagai macam hal yang berbeda. Karena yang sedemikian itu adalah sebuah ketentuan yang sudah pasti baik adanya dan seharusnya manusia juga mampu mengimani sampai sedalam itu. Manusia dan Takdir Hadits di atas menyebutkan takdir baik maupun buruk, oleh karena itu, manusia senantiasa mampu menyiapkan diri dan mental untuk menyambut bukan hanya suatu ketetapan yang diberikan kepada manusia dalam keadaan baik saja, namun juga manusia mampu mempersiapkan dalam keaadaan buruk juga. Manusia akan lebih mudah menerima jika dirinya diberi keadaan takdir yang baik seperti mendapatkan rezeki yang melimpah dan lain sebagainya. Namun, manusia akan susah menerima takdir baginya dalam keadaan buruk atau sebagai musibah dan cobaan. Karenanya sering kali manusia frustasi dan menempatkan prasangka buruk kepada takdir yang telah Allah berikan kepadanya. Sejatinya manusia mampu membuat rencana yang hebat. Mampu merencanakan untuk mencapai kepentingan dan tujuannya dengan detail dan rinci. Akan tetapi, sebagus-bagusnya rencana manusia ketika Allah tidak meridhoi rencana itu terjadi manusia mampu berbuat apa. Mau tidak mau kita harus menerima apapun yang terjadi dalam hidup kita baik ataupun buruk. Sehingga kita seringkali tidak menerima keadaan dan seringkali menyalahkan takdir Allah yang salah terhadap dirinya. Manusia mulai merasa bahwa nikmat yang diberikan Allah adalah suatu ketidak adilan. Musibah bisa saja menimpa kepada siapa saja terserah kehendak Allah. Misalnya, ketika seorang pedagang yang berjualan dari siang sampai malam, dirinya telah bekerja keras serta mempunyai perhitungan bahwa ketika hari itu akan sangat ramai, namun karena hujan lebat seharian alhasil pelanggan yang datang hanya sebanyak hitungan jari. Hal yang terjadi adalah pedagang tersebut tidak bisa menolak dari takdir yang demikian. Takdir yang demikian seringkali membuat kita jauh akan syukur kepada Allah. Adapula perencanaan manusia yang telah merencanakan dan mempersiapkan tentang jodoh. Pada suatu hari, ada sepasang calon pengantin yang telah saling mengenal dengan cara ta’aruf sehingga mendapatkan keinginan yang sama yakni melangsungkan ke jenjang pernikahan. Keduanya telah merencanaka dengan matang apa saja yang diperlukan untuk melangsungkan pernikahannya. Undangan telah dicetak dan disebar luaskan, gedung pernikahan telah dipersiapkan, kedua belah pihak keluarga telah saling mempersiapkan kostum dan hari pelaksanaan dengan matang. Semua hal tersebut menurut renananya akan berjalan dengan sangat lancar dan baik, tidak akan ada suatu hal yang mampu menghentikan rencana mulia mereka. Akan tetapi pada hari berlangsungnya akad pernikahan, mempelai pria mengalami musibah kecelakaan dengan satu mobil rombongannya menuju lokasi pernikahan. Allah pun berkehendak lain, kecelakaan tersebut mengakibatkan meninggal dunia calon mempelai suaminya. Hal-hal di atas seringkali membuat manusia akan merasa bahwa dunia tidak adil, takdir Allah tidak bagus dan merasa garis hidupnya tidak jelas. Namun akan tiba saatnya manusia akan menyadari apa yang telah direncanakan oleh Allah adalah suatu hal yang terbaik bagi hidupnya. Tidak sedikit juga di antara banyak manusia yang memiliki hati yang tangguh dengan mampu menerima dan selalu bersyukur dengan semua apa yang telah Allah tetapkan. Rodhiatan Mardiyatan Kebanyakan muslim ketika ditanyai apa yang mereka cari dalam hidup ini? Mereka selalu menjawab mencari ridho Allah, karena mereka ingin mendapat ridho dari Allah. Akan tetapi hal yang sebenarnya bahwa ridho Allah bukan untuk diminta dan dicari tetapi untuk mereka lakukan. Karena subjek utama ridho Allah adalah diri mereka sendiri yang harus ridho kepada Allah bahwa kemudian Allah ridho adalah hal yang otomatis. Karena tidak mungkin kalau mereka ridho dengan takdir Allah lalu Allah tidak meridhoi. Rumus sederhana di puncak firman-firman Allah dengan siapa yang dipanggil Allah untuk memasuki hilir kemesraan cinta dengan Allah. Siapa yang kompatibel terhadap cinta Allah, karena unsur kompatibelnya adalah Rodhiatan Mardiyah. Hal ini sesuai dengan firman Allah يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ Wahai jiwa yang tenang! ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. [89] 27-28 Dari dalil di atas menyebutkan bahwa semua manusia di muka bumi ini bisa jadi Allah meridhoi dan menerima amalan kita bisa jadi tidak, kecuali beberapa orang yang dijamin masuk surga oleh Allah seperti Rasulullah. Selain itu, semua manusia di dunia ini kedudukannya sama di mata Allah. Oleh karena itu, kita tidak usah sibuk mencari ridho Allah, akan tetapi kitalah yang harus terus menerus ridho kepada Allah karena rumusnya adalah Rodhiatan Mardiyah bukan terbalik Mardiyatan Rodhiah. Jadi kitalah yang harus memastikan setiap saat ridho kepada apapun saja yang Allah tentukan untuk kita, jika kita ridho dan terus ridho efeknya pasti diridhoi oleh Allah. Hal yang disebut kita ridho kepada Allah adalah ridho kepada setiap aplikasi Allah dalam hidup kita. Misalnya jantung kita berdetak menandakan bahwa Allah mempunyai urusan dengan jantung kita dan kita harus ridho dengan nikmat demikian. Sebagaimana pohon, binatang dan alam itu adalah 100% ekspresi dari ridho. Oleh karena itu, temukanlah ridho karena manusia adalah makhluk yang diberi akal untuk mengambil jalan dari kehidupan maka setiap hari manusia harus menemukan yang mana saja dari perilaku kita hari ini yang diridhoi Allah dan mana saja yang tidak dirihoi. Termasuk yang mana perilaku kita yang mencerminkan ridho kepada Allah dan mana yang tidak itulah ukuran hidup. seharusnya kita ridho berlangsung di setiap saat dalam hidup kita. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak berdiri di fakta hidupnya, tidak berdiri di kenyataan hidupnya mereka berdiri di harapannya saja. Maka yang akan terjadi adalah akan selalu merasa kurang apa yang di dapat dari hidupnya. Namun jika kita ikhlas berpijak ditempat dan momentum yang Allah beri serta dengan meridhoi apa yang telah Allah karuniai kita sampai saat ini dengan posisi dan keadaan bagaimanapun. Maka ridho Allah akan menyertai keikhlasan kita untuk melangsungkan kehidupan kita. Kesimpulan pada pembahasan Rodhiatan Mardiyatan adalah ketika umat muslim di dunia ini telah mengaplikasikan ridho untuk diridhoi, maka akan terciptanya hati yang senantiasa ikhlas kepada setiap ketentuan yang Alah berikan. Serta kita menjadi hamba Allah yang insyaAllah dimuliakan Allahkarena mendapatkan ridho Allah. Semoga kita semuanya menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur atas ni’mat Allah dengan segala takdir-Nya. Muhammad Athoillah. Alumni FPSB 2014 Referensi Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, “Definisi Qadha’ Dan Qadar Serta Kaitan Di Antara Keduanya”, al-Manhaj, 7 Juli 2007, , 16 April 2019 Mutiara Hikmah, Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka pahalanya untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dosanya untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya. Fushshilat [41] 46